Hari ini Sabtu, 17 Agustus 2024 adalah hari ulang tahun kememerdekaan Republik Indonesia ke-79. Mazhab menulis beberapa catatan penting tentang keadaan Indonesia sekaligus sebagai tanda berbahagia dan juga tanda berduka bagi perjalanan sejarah Indonesia. Sebentar lagi (Oktober 2024) berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Selama memimpin Indonesia dua periode, banyak peristiwa yang berjalan tidak sesuai dengan nilai-nilai Keindonesiaan. Kepemimpinannya berakhir dengan mewariskan kerusakan filsafat, keruskan hukum, kerusakan politik, dan kerusakan lingkungan hebat yang ditandai dengan ambisi pembangunan istana negara di wilayah hutan lindung Kalimantan Timur. THal ini menciptakan ketidakstabilan nasional (pro dan kontra) bagi sejarah Indonesia. Semoga kerusakan tersebut bisa kembali tertata seperti sedia kala. Dan, Indonesia bisa mencapai “Indonesia Manunggal”.
Pada awal abad ke-21, semesta (bawana) telah memasuki zaman Manunggalian yang diawali dengan diwarnainya dunia oleh gelombang besar semangat Pemurnian dunia atas 8 (delapan) bagian yaitu sejarah, peradaban, budaya, tradisi, filsafat, ideologi, sosial, dan manusia. Pemurnian bergerak multipolar di bidang sastra, seni, arsitektur, musik, politik, hukum, ilmu pengetahuan, agama, dan di bidang intelektual. Indonesia di Dasawarsa Ketiga Era Manunggalian ini sedang dalam proses Menggerakkan Nilai-Nilai Keindonesiaan (Pemurnian) Untuk Mewujudkan Tata Dunia Baru Abad ke-21.
Semangat Pemurnian dunia (melihat kembali dunia secara ontologi) dan pengkodifikasian paradigma, filsafat, dan teori (menata kembali dunia secara epistemologi) berkenaan dengan cara bangsa-bangsa dan negara-negara membangun pemerintahan dunia berdasarkan nilai-nilai utama (menilai kembali dunia secara aksiologi) yang hendak diproyeksikan bersama-sama yaitu nilai-nilai Kemanunggalan Dunia: gotong royong, kesatuan, dan kerukunan. Dalam usaha menggerakan semangat Manunggalian, Indonesia sebagai salah satu bangsa besar di Asia dan dan diproyeksikan sebagai pelaku sejarah masa depan dunia, tertantang untuk mampu menggerakkan “Nilai-Nilai Keindonesiaan” untuk mewujudkan tata dunia baru abad ke-21.”
Sebelumnya, ketika dunia berada pada fase akhir Perang Dingin di Abad ke-20 ontologi Indonesia masih gelap gulita, pemikiran filsafatnya tidak dipandang oleh dunia. Dan, kini saat memasuki zaman Manunggalian, Indonesia mulai menampakkan cahaya fajarnya, dimana Indonesia yang telah dipersiapkan oleh Ir. Soekarno sebagai Mercusuar Dunia mulai mencari jalan filsafatnya sebagai estafet gemilang menuju cita-cita kemakmuran. Dan, kini tidak ada salahnya, bilamana estafet kemakmuran itu mulai disambung oleh Mazhab Indonesia untuk disuarakan ke seluruh dunia dengan mencetuskan “Manunggalian”sebagai jalan Indonesia dalam mewarnai semangat zaman untuk mencapai kemakmuran itu. Baca selengkapnya “di “Manunggalian.”